Memiliki tempat tinggal(rumah) merupakan idaman bagi semua
orang. Karna rumah merupakan kebutuhan mendasar atau primer. Dewasa ini,
memiliki rumah tidak perlu lagi menunggu menabung bertahun-tahun. Asalkan mempunya
sebagian uanag tentu sudah bisa memiliki rumah yaitu dengan KPR (Kredit
Pemilikan Rumah).
Yang jadi pertanyaan bagi kita seorang muslim… apakah cara
mendapatkan kepemilikan rumah tersebut sudah di benarkan dalam Islam? Mari kita
simak apa perbedaan KPR syariah dengan KPR konvensional.
1. KPR Syariah transaksi hanya dua pihak, yaitu antara DEVELOPER dan PEMBELI secara
langsung.
Pada konsep konvensional terjadi tiga pihak dalam bertransaksi
Bank, Developer, Pembeli.
Skema –> Pembeli memesan ke Developer dan membayar sejumlah Uang Muka, lalu
sisa hutang atau disebut plafon diteruskan oleh Bank dengan Pembeli .
Perhatikanlah, apakah ada transaksi antara Developer dengan Bank? seharusnya
jika akad Syariah maka pihak Bank membeli terlebih dahulu barang kepada
Developer.
Sehingga barang sepenuhnya milik Bank, TETAPI pada peraturan Bank Indonesia
tercantum bahwa bank tidak bisa membeli asset. Seperti membeli barang dari
Developer.
Sedangkan KPR Syariah tanpa Bank.
Pada Rumah Syariah jelas bahwa Developer sebagai pemilik barang, menjual kepada
Pembeli.
Dimana Cicilan atau disebut plafon itu dilakukan langsung antara
Developer dengan Pembeli juga, TANPA ada pihak BANK
2. KPR Syariah tidak ada Sita karena barang sepenuhnya milik Pembeli.
Pada saat pembelian kredit, maka tidak akan ada yang tahu masa depan dari
masing-masing individu. Sehingga kemungkinan kesulitan keuangan atau
kebangkrutan bisa saja datang.
Pada konsep konvensional maka akan diSITA, apabila konsumen tidak bisa membayar
selama tempo tertentu. Sehingga seluruh
uang yang telah dibayarkan pembeli akan HANGUS dan harus keluar dari rumah yang
telah ditempati.
Pada Rumah Syariah apabila kesulitan keuangan terjadi, maka diberikan waktu
musyawarah dan pertemuan untuk membantu menganalisis masalah tersebut supaya
ditemukan solusi terbaik.
Beberapa solusi bisa muncul, seperti :
1. Take Over sementara kepada keluarga
2. Menjaminkan barang lain yang bisa menutupi
Apabila ternyata sudah buntu dan tidak ada perkembangan mengenai masalah ini,
maka rumah silahkan dijual oleh pembeli dengan harga diwaktu tersebut untuk
mendapatkan dana besar sehingga sisa hutang bisa dilunasi dan pembeli bisa
membawa sisa uang hasil penjualan rumahnya.
contoh :
Pembeli sudah mencicil hingga 5 tahun sejumlah 300jt dan sisa hutang itu 200jt
Tahun ke-6 rumah akhirnya dijual dengan harga 700jt
Maka kewajiban membayar ke developer hanyalah sisa hutang, yaitu sejumah 200jt
Pembeli akhirnya mendapatkan 500jt dan bisa membeli rumah di tempat lain.
Gimana? Clear kah?
3. KPR Syariah tidak ada Denda apabila telat membayar karena bisa terjebak RIBA.
Pada akad jual beli, harga haruslah jelas di awal sebelum pembelian.
Contoh, harga pembelian tercatat 500jt selama 15 tahun.
Maka pembeli selama 15 tahun harus melunasi sejumlah 500jt tanpa KELEBIHAN
Apabila terdapat denda, maka ini termasuk dalam RIBA
Nah, solusinya adalah memberikan sistem baru dimana bukan DENDA
1. Memberikan reward kepada pembeli yang melakukan pembayaran selalu tepat
waktu
2. Menjelaskan dan mencoba memberi pemahaman mengenai amanahdan kewajiban sebai
seorang muslim
3. Apabila memang ada unsur sengaja, maka ada diskusi dan punishment.
4. Tidak ada akad ganda
Pada perumahan syariah sudah jelas bahwa akad hanya Jual Beli, dimana pada
saat DP masuk maka itu rumah adalah milik Pembeli.
Tetapi pada konsep konvensional, terjadi akad GANDA yaitu SEWA-BELI
dimana pada saat masih mengangsur dan belum lunas, maka rumah milik Developer
atau Bank .
Setelah lunas maka rumah barulah milik pembeli
5. Tanpa Bi Checking
Perlu diketahui bahwa ada kondisi pada konsep konvensional yaitu orang memiliki
uang tapi tidak bisa membeli rumah karena masalah bi checking.
Tetapi pada perumahan KPR Syariah, semua itu dihapuskan dan konsepnya adalah
PEMBELI bersedia membeli dan memiliki kemampuan membayar. maka Developer
menerima dengan baik.
Wallohu `alam bishowab.